JAYAPURA, HarianTerbaruPapua.com – Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Papua, Kresna Aditya Payokwa, menyoroti sejumlah tantangan dan perkembangan terbaru dalam perekonomian dan pasar modal sepanjang tahun 2025. Dalam pemaparannya kepada media, Kresna menjelaskan bahwa dinamika global dan domestik memberikan pengaruh besar terhadap pergerakan pasar keuangan, termasuk di Papua.
“Beberapa isu utama yang mewarnai pasar modal tahun ini di antaranya kebijakan suku bunga tinggi yang masih dipertahankan oleh The Fed (Bank Sentral AS), serta kebijakan-kebijakan kontroversial dari Presiden AS terpilih, Donald Trump,” ujar Kresna.
Ia juga menyoroti pelambatan ekonomi China pasca-COVID-19 yang berdampak pada sektor manufaktur dan ekspor global. Di sisi lain, konflik geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina, ketegangan di Timur Tengah, serta hubungan India–Pakistan turut memicu volatilitas pasar secara internasional.
Meski menghadapi tekanan global, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 4,87 persen hingga pertengahan tahun 2025, sedikit menurun dibanding tahun sebelumnya. Inflasi tetap terkendali di angka 1,6 persen, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada kisaran Rp16.300.
Suku bunga acuan Bank Indonesia bertahan di 5,5 persen, sementara neraca perdagangan tetap mencatatkan surplus sebesar USD11,07 miliar. Cadangan devisa nasional pun cukup sehat di level USD152,5 miliar, cukup untuk membiayai impor selama 8–9 bulan ke depan.
Per Mei 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada pada posisi 7.106, mencerminkan pemulihan meskipun sempat mengalami tekanan.
Kresna menjelaskan, saham-saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini antara lain:
- Bank BCA (BBCA): 9,24% dari IHSG atau senilai Rp1.147 triliun,
- Barito Renewables Energy (BREN): 7% atau Rp869 triliun,
- Chandra Asri Pacific (TPIA): 6,5% atau Rp806 triliun,
- Bank BRI (BBRI): 5,38% atau Rp667 triliun,
- Bayan Resources: 5,34% atau Rp663 triliun.
Saham-saham yang paling aktif ditransaksikan pada Mei 2025 adalah BBCA (Rp116 triliun), BRI (Rp109 triliun), Bank Mandiri (Rp107 triliun), Bank BNI (Rp33 triliun), dan Telkom Indonesia (Rp32 triliun). “Sektor perbankan masih menjadi pilihan utama investor,” ujar Kresna.
Komposisi investor di Indonesia terus mengalami pergeseran. Hingga Mei 2025, 52,88 persen kepemilikan saham di pasar modal dimiliki oleh investor domestik, sedangkan 47,13 persen oleh investor asing. Dari sisi transaksi, investor lokal juga mendominasi sebesar 60,66 persen, berbanding 39,34 persen oleh investor asing.
“Ini menunjukkan bahwa pasar modal kita semakin mandiri dan tidak terlalu rentan terhadap tekanan eksternal,” jelas Kresna.
Jumlah investor pasar modal di Indonesia per Mei 2025 telah mencapai 16,5 juta orang, dengan rata-rata penambahan harian sebanyak 175 ribu investor, atau sekitar 697 ribu investor baru per bulan.
Secara demografis:
- 62,29 persen investor adalah laki-laki, dan 37 persen perempuan.
- Mayoritas berusia di bawah 30 tahun (54,92 persen).
- Dari sisi pekerjaan, mayoritas adalah pekerja profesional (31,86 persen), diikuti pelajar dan mahasiswa (23,08 persen).
- Berdasarkan pendidikan, 50,44 persen lulusan SMA, disusul lulusan sarjana (24,22 persen).
BEI saat ini memiliki 29 kantor perwakilan di seluruh Indonesia, termasuk Papua. Selain itu, terdapat 944 Galeri Investasi, 6.187 Duta Pasar Modal, serta kemitraan media melalui IDX Channel untuk menyebarluaskan informasi edukatif seputar pasar modal.
“Dengan terus tumbuhnya partisipasi investor domestik dan makin luasnya jaringan edukasi, kami berharap pasar modal Indonesia dapat menjadi pilar penting dalam pembangunan ekonomi nasional, termasuk di Papua,” tutup Kresna. (dm)