JAYAPURA, HarianTerbaruPapua.com – Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga Se-Indonesia (DPC IPMNI) bersama Himpunan Pelajar Mahasiswa Nduga (HPMN) dari wilayah Indonesia Timur, Tengah, dan Barat menggelar diskusi publik secara daring, Rabu (25/6/2025), guna menyoroti mandeknya penyaluran bantuan studi mahasiswa asal Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan.
Diskusi yang dilaksanakan melalui platform Zoom itu dipandu oleh Ketua DPC IPMNI Jawa Timur, Welenus Nirigi, menghadirkan Ketua DPC IPMNI Jayapura Harnamin Gwijangge sebagai pembicara utama, serta turut dihadiri oleh senior IPMNI, Narik Tabuni.
Dalam diskusi tersebut, para mahasiswa menyampaikan kekecewaan mendalam atas tidak efektifnya penanganan bantuan studi dan pemondokan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Nduga untuk tahun anggaran 2025. Harnamin menegaskan bahwa hingga saat ini, mayoritas mahasiswa belum menerima bantuan biaya pendidikan dan sewa tempat tinggal yang dijanjikan.
“Penanganan bantuan studi tahun ini sangat membingungkan. Tidak lagi ditangani satu instansi, melainkan dibagi ke tiga dinas: Dinas Pendidikan, Keuangan, dan Sosial. Ini justru mempersulit proses pencairan,” ujar Harnamin.
Ia menyebut pergantian pejabat di Dinas Sosial Nduga turut memperburuk situasi. Mahasiswa juga menyoroti bahwa bantuan yang selama ini diberikan tidak berbentuk beasiswa, melainkan bersifat insidental dan tidak merata.
“Kami merasa dikorbankan setiap tahun. Pemerintah Daerah tidak menunjukkan keseriusan dalam mendukung masa depan pendidikan anak-anak Nduga,” tegasnya.
Para mahasiswa juga mengutip Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, khususnya Pasal 83 ayat 2 yang menyatakan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan memberikan dukungan dana pendidikan tinggi melalui APBD.
“Sudah jelas dasar hukumnya, tetapi pelaksanaannya tidak sesuai. Bahkan anggaran pendidikan yang seharusnya dialokasikan 20 persen dalam APBD, diduga tidak dimanfaatkan semestinya,” tambahnya.
Akibat lambannya pencairan dana, banyak mahasiswa di berbagai kota studi dilaporkan mengalami kesulitan administrasi kampus seperti pengurusan KRS dan registrasi ulang. Bahkan ada yang terancam diusir dari kontrakan karena belum membayar biaya sewa.
Mahasiswa Nduga menolak jika bantuan pemondokan dicairkan lebih dulu tanpa kejelasan total dana studi.
“Semua harus satu paket. Jangan ada pemisahan dana tanpa penjelasan. Kami menuntut hak kami, bukan meminta belas kasihan,” kata Harnamin.
Pihak mahasiswa memberikan tenggat waktu hingga Juli 2025 bagi Pemkab Nduga untuk menyalurkan dana bantuan. Jika tidak dipenuhi, mereka menyatakan siap menggelar aksi turun ke daerah dan melumpuhkan aktivitas pemerintahan, serta membawa masalah ini ke ranah hukum dan media.
Harnamin juga menyampaikan bahwa dari tiga wilayah Indonesia yang menjadi kota studi mahasiswa Nduga, baru dua yang menerima bantuan. Pemda dinilai tidak transparan dan belum melibatkan pengurus mahasiswa dalam penyusunan dan distribusi anggaran pendidikan.
“Bantuan yang disalurkan tidak sesuai dengan data yang kami kirim. Kami minta Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan bertanggung jawab. Jika tidak, kami siap mengembalikan dana yang sudah disalurkan tidak sesuai data,” pungkasnya.
Para mahasiswa berharap Pemda Nduga segera merespons tuntutan ini demi menjamin keberlangsungan studi ribuan pelajar dan mahasiswa Nduga di seluruh Indonesia. (Redaksi)