JAYAPURA, HarianTerbaruPapua.com – Guna membantu pemulihan kondisi psikologis guru-guru terdampak konflik sosial di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK-PLK) menggelar kegiatan Training as Healing selama 4 hari di mulai pada 17–20 Juni 2025 di Aula Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Papua, Kota Jayapura.
Pelatihan tersebut, dibuka secara resmi oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kemenko PMK, Ojat Darojat, yang dihadiri sejumlah pejabat Kementerian di antaranya Jazziray Hartoyo, Asisten Deputi PAUD dan Pendidikan Dasar, Kemenko PMK, Saryadi, Direktur Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Kemendikdasmen, Anrilia E.M. Nidyah, Ketua Umum KRESNA HIMPSI sekaligus Ketua IV PP HIMPSI.
Kegiatan ini merupakan bentuk intervensi psikososial pasca bencana sosial yang terjadi pada Maret 2025 di wilayah tersebut. Peristiwa konflik telah memberikan dampak signifikan, khususnya terhadap proses belajar mengajar dan kesehatan mental para tenaga pendidik serta peserta didik di kawasan terdampak.

Dalam pelaksanaan kegiatan ini, Kemendikbudristek menggandeng Korps Relawan Bencana Himpunan Psikologi Indonesia (KRESNA HIMPSI), sebagai mitra penyedia dukungan psikologis. Sebanyak 80 peserta yang terdiri atas guru-guru terdampak dan pegawai dari unit terkait di bawah naungan Kemendikdasmen dijadwalkan mengikuti pelatihan ini.
Materi pelatihan berfokus pada tiga aspek penting, yaitu:
- Strategi mengenali dampak psikologis dari kejadian konflik;
- Strategi pemulihan diri bersama kelompok atau komunitas;
- Strategi kesiapan psikologis untuk kembali ke komunitas asal.
Kepala Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTP) Provinsi Papua, Fatkhurohma, menyampaikan apresiasi terhadap dedikasi guru-guru Yahukimo yang tetap setia melayani pendidikan di tengah situasi sulit.
“Walaupun Bapak-Ibu guru berada di daerah yang sangat terisolir, namun tetap menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Kami bangga, karena dalam situasi genting pun mereka tetap hadir bagi murid-muridnya,” ujar Fatkhurohma.
Ia berharap pelatihan ini dapat menjadi ruang aman bagi para guru untuk memproses pengalaman traumatis dan menemukan kembali kekuatan diri guna melanjutkan tugas pendidikan.
Direktur Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (Kemendikdasmen), Saryadi, mengatakan bahwa program ini bukan sekedar pelatihan teknis, namun melainkan sebagai proses pemulihan menyeluruh yang melibatkan aspek emosional, mental, dan sosial para guru.
“Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan dukungan psikososial, membekali guru dengan teknis selfhealing, serta membangkitkan motivasi mereka pasca tragedi,” ucapnya.
Ditambahkan Saryadi, pelatihan ini dirancang dalam bentuk partisipatif, terdiri dari sesi individu, Latihan Teknik relaksasi dan pernapasan, terapi kelompok (Group Healing), hingga refleksi dan berbagi pengalaman.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kemenko PMK, Ojat Darojat menegaskan bahwa profesi guru mengandung resiko dan membutuhkan keteguhan mental dalam menjalankan tugas negara, terlebih yang berada di wilayah rawan konflik seperti di Kabupaten Yahukimo.
“Kita tidak bisa memilih dimana untuk ditempatkan, namun kitab isa memilih untuk tetap terus mengabdi dengan semangat. Melalui pelatihan ini penting agar para guru dapat mengelola trauma dan tetap menjadi pendidik yang tangguh membentuk masa depan Papua,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Umum KRESNA HIMPSI sekaligus Ketua IV PP HIMPSI, Anrilia E.M. Nidyah, menjelaskan bahwa pelatihan ini merupakan tahap awal dari pemetaan kondisi psikologis guru di Yahukimo. Oleh karena itu, perlu dilakukan intervensi psikologis dalam bentuk kegiatan Training as Healing, yang merupakan bentuk dukungan psikososial yang bertujuan membantu pemulihan kondisi psikologis tenaga pendidik.
“Pemulihan trauma harus ditindaklanjuti secara berjenjang, dengan dukungan komunitas dan struktur pendampingan yang jelas, tegasnya.

Anrilia juga menambahkan bahwa pelatihan ini akan ditutup dengan sesi khusus layanan psikologis lebih mendalam, yang akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing peserta.
“kami ingin para guru bisa menolong diri sendiri terlebih dahulu, lalu menjadi agen pemulih bagi rekan-rekan seprofesinya, tidak semua orang tahu cara mengelola trauma, maka program ini menjadi pondasi penting bagi para guru,” tutup Anrilia.
Melalui kegiatan ini, diharapkan para tenaga pendidik yang terdampak dapat memperoleh ruang pemulihan yang memadai serta kembali menjalankan peran strategis mereka dalam membangun pendidikan di wilayah konflik secara berkelanjutan, dan bisa Kembali untuk mendidik anak-anak Papua di daerah pedalaman dengan semangat baru, khususnya di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. (DM)