JAYAPURA, HarianTerbaruPapua.com – Balai Bahasa Provinsi Papua kembali melanjutkan Program Revitalisasi Bahasa Daerah 2025 yang kini memasuki tahun keempat pelaksanaannya. Program ini menyasar empat kabupaten di Tanah Papua, yakni Kabupaten Kaimana, Sorong Selatan, Merauke, dan Nabire, sebagai bagian dari upaya pelestarian bahasa lokal yang semakin terancam punah.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Papua, Valentina Lovina Tanete, menjelaskan bahwa pelestarian bahasa daerah sangat penting karena merupakan bagian integral dari identitas budaya dan warisan leluhur masyarakat Papua.
“Revitalisasi dilakukan agar bahasa lokal tidak mengalami kepunahan menyusul makin berkurangnya penutur bahasa lokal,” ungkap Valentina, Selasa (20/5/2025)
Ia menambahkan bahwa langkah revitalisasi dilakukan berdasarkan pemetaan kondisi bahasa, apakah masih dalam kategori aman, kritis, atau bahkan menuju kepunahan.
“Revitalisasi menjadi langkah penanganan setelah diketahui kondisi suatu bahasa, apakah masih aman, kritis, atau menuju kepunahan,” lanjutnya.
Sasaran utama dari program ini adalah generasi muda. Valentina menekankan pentingnya keterlibatan mereka agar bahasa daerah dapat terus digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
“Bahasa daerah harus terus disuarakan oleh generasi muda karena mereka yang akan mewarisi dan melestarikan bahasa ke depan, terlebih khusus di Papua yang memiliki 428 bahasa daerah,” tuturnya.
Papua dikenal sebagai wilayah dengan jumlah bahasa daerah terbanyak di Indonesia, mencerminkan kekayaan budaya yang luar biasa. Oleh karena itu, Balai Bahasa Papua menekankan pentingnya sinergi dengan pemerintah daerah sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2024 tentang perlindungan dan pengembangan bahasa daerah.
Valentina juga berharap adanya penandatanganan komitmen bersama antara Balai Bahasa Papua dan pemerintah daerah dari keempat kabupaten sasaran sebagai bentuk dukungan terhadap program revitalisasi ini.
“Bahasa yang kami revitalisasi tahun ini tidak akan diulang kembali tahun depan, harus diganti dengan bahasa lain. Karena itu kami harap ada komitmen bersama dengan pemda untuk keberlanjutan program ini,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa perlindungan bahasa daerah di Papua mengadopsi model C, yaitu pendekatan melalui komunitas seperti keluarga, sekolah, dan gereja, sebagai solusi atas keterbatasan sumber daya pengajar bahasa daerah. (Redaksi)